Jumat, 09 Mei 2014

Mekanika Tanah



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.      Pendahuluan
Mekanika tanah adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat fisik dan mekanika serta perilaku masa tanah bila menerima bermacam-macam gaya.
Dalam aplikasinya tanah banyak digunakan dalam proyek-proyek sipil mapun dibidang pertambangan sebagai pondasi untuk mendukung struktur bangunan dan tanggul-tanggul, sebagai bahan bangunan tanah atau rancangan bangunan jalan raya, jalan masuk tambang dan sebagainya. Untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat aktivitas tersebut, kita menerapkan dasar-dasar mekanika tanah.
Pada suatu keruntuhan akibat geser, tegangan-tegangan yang timbul didalam sistem tanah melebihi kekuatan tanah, dan ini pada umumnya mengakibatkan runtuhnya sistem tersebut. Longsornya lereng alam dan lereng buatan serta menggulingnya dinding penahan merupakan contoh-contoh kegagalan jenis ini.keruntuhan ini terjadi sebagai akibat meningkatnya tegangan – tegangan sepanjang bidang runtuh atau akibat menurunnya kekuatan tanah sepanjang bidang tersebut. Tegangan – tegangan dapat meningkat akibat perubahan distribusi tegangan karena beberapa sebab, seperti pembuatan suatu potongan jalan raya pada kaki suatu lereng alam. Kekuatan tanah seringkali menurun selama terjadinya gempa bumi, akibat tanah mengalami suatu kondisi pembebanan siklus.
Deformasi yang terlalu besar dari suatu sistem besar dari suatu sistem fondasi dapat membuat suatu bangunan menjadi tidak berguna. Besarnya penurunan yang dianggap dapat ditolerir bergantung dari fungsi bangunan tersebut. Deformasi yang tidak diinginkan disebabkan oleh pengembangan ataupun oleh kompresi tanah. Tanah lempung tertentu mengembang apabila kandungan air tanah meningkat dan ini dapat menyebabkan fondasi dan dinding penehan mengalami deformasi yang terlalu besar.
 Banyak tanah sangat peka terhadap pembekuan air dan mengembang selama temperatur beku, menyebabkan kerusakan pada jalan raya,fondasi gedung, dinding penahan, dan bangunan bangunan lain. Karena itu, suatu tindakan yang mencukupi harus dibuat selama mendesain unntuk mencegah kerusakan akibat tanah yang mengembang. Apabila fondasi tidak di desain secara memadai, penurunan yang terlalu besar dari bangunan dapat terjadi sebagai akibat kompresi dari tanah dibawahnya. Pemampatan dapat disebabkan oleh berat bangunan, oleh penurunan muka air tanah, ada baiknya diterangkan sedikit mngenai pengertian dan genesa dari tanah tersebut.

Sejarah perkembangan mekanika tanah
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa mekanika tanah sebagai suatu ilmu teknik dimulai dengan terbitnya buku Erdbaumechanik auf  bodephysikalisher  Grundlage oleh karl terzaghi (Buku teks pertama mekanika tanah) di jerman pada tahun 1925. karena buku ini, pekerjaan Terzaghi di Eropa, Asia dan Amerika Serikat serta lebih dari 250 makalah teknik yang dibuatnya, Terzaghi sebagai seorang insinyur tanah dan bibliografi dari sebagian besar publikasinya, termasuk yang dianggap paling berharga, diberikan dalam buku From Theory to Practice in Soil Mechanics, oleh Bjerrum dan kawan kawan (1960).

Pengertian tanah
Dalam pengertian teknik, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral – mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel partikel tersebut.
Berdasarkan geologi teknik, tanah adalah batuan hasil proses destruksi (pelapukan) yang bersifat lepas, lunak ataupun terkonsolidasi yang berukuran lempung sampai brangkal.
Berdasarkan asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi tanah organik dan tanah anorganik. Tanah organik adalah campurang yang mengandung bagian – bagian yang cukup berarti berasal dari pelapukan dan sisa tanaman dan kadang kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil. Tanah anorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia atau fisis.
Produk produk dari pelapukan dapat tetap tinggal disuatu tempat atau terbawa ketempat lain oleh unsur – unsur pembawa es, air, angin dan Gravitasi. Tanah yang terjadi oleh penumpukan produk – produk pelapukan hanya ditempat asalnya disebut tanah residu (residual soil). Tanah seperti ini tersebar di daerah tropis, yang bisa juga disebut laterit. 
Tanah yang terbawa ketempat lain dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, tergantung dari jenis pembawa dan cara pengendapannya ditempat yang baru :
1.    Tanah glasial (glacial) : Tanah ini terbentuk karena transportasi dan deposisi oleh gletser (sungai es).
2.    Tanah alluvial : Merupakan jenis tanah yang terbentuk karena tertransportasi oleh air dan terenddapkan sepanjang aliran sungai.
3.    Tanah lakustrin (lakustrine) : Merupakan tanah yang terbentuk karena terendapkan di danau – danau.
4.    Tanah marine : Yaitu tanah yang terbentuk karena terendapkan di laut.
5.    Tanah aeolian : Adalah tanah yang terbentuk karena tertransportasi dan diendapkan oleh angin.
6.    Tanah colluvial : Adalah tanah yang terbentuk oleh pergerakan tanah dari tempat asalnya akibat gravitasi seperti yang terjadi pada saat tanah longsor.

Sebagaimana diterangkan diatas, ukuran dari partikel tanah adlah sangat beragam. Tanah umumnya dapat berukuramn kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay). Untuk menerangkan tanah berdasarkan ukuran – ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan – batasan ukuran golongan jenis tanah (soil separate size limits) sebagaimana diperlihatkan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Batasan – batasan ukuran golongan tanah. *)
Nama Golongan
Ukuran Butir (mm)
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Massachusett Institute Of Technology (MIT)
> 2
2 – 0,06
0,06 – 0,002
< 0,002
U.S. DepartmentOf Agriculture (USDA)
>2
2 – 0,05
0,05 – 0,002
< 0,002
American Association Of State Highway and Tranportation Official (ASSHTO)
76,2 – 2
2 – 0,075
0,07 – 0,002
< 0,002
Unified Soil Classsification System (U.S. Army Corps Of Engineers, U.S. Bureau Of Reclamation)
76,2 – 4,75
4,75 - 0,075
Halus (lanau dan lempung)   0,075
*) Braja M. Das, “Principles of Geotechnical Engineering”

1.2.      Maksud dan Tujuan Praktikum
Adapun maksud dan tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui lebih jelas tentang bagaimana penerapan mekanika tanah secara langsung dan untuk memenuhi kurikulum yang berlaku di jurusan teknik pertambangan Institut Teknologi Medan.
Modul-modul yang dipraktekkan dalam praktikum ini adalah :
1.      Analisa Ayakan (Sieve Analisis).
2.      Berat Jenis (Specific Gravity)
3.      Kadar Air (Moisture Contant).
4.      Batas Cair (Liquid Limit).
5.      Batas Plastis (Plastic Limit).
6.      Berat Kering (Unit Weight).
7.      Klasifikasi tanah.



























BAB II
SIEVE ANALISIS


2.1 Dasar Teori
            Pengukuran ukuran butiran tanah merupakan hal penting dalam mengetahui sifat sifat tanah sangat tergantung pada ukuran butirnya. Disamping itu ukuran tanah juga digunakan dalam pengklasifikasian bermagam macam tanah tertentu ada dua cara yang umum digunakan untuk mendapatkan distribusi ukuran butir tanah yaitu:
  1. Analisis Ayakan (screen)
  2. Analisis Hidrometer
Sieve analisis (analisa ayakan) adalah suatu percobaan menyaring contoh tanah melalui satu set ayakan, dimana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan kebawa, cara ini biasanya digunakan untuk menyaring material/partikel berdiameter ≥ 0,075 mm.
Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tersebut disebut salah satu dari ukuran butir contoh tanah itu. Pada kenyataannya pekerjaannya hanya mengelompokan sebahagian dari tanah terlekat di antara dua ukuran.
Ukuran saringan berhubungan dengan ukuran lubang dari 4,750 mm – 0,075 mm maka saringan tersebut dengan nomor-nomor. Berikut merupakan table ukuran ayakan standart.
Berat jenis (spesific gravity) tergantung pada berat partikel tanah dalam suspensi pada saat pengukuran.
Tabel 1.1 Ukuran-ukuran ayakan standar
No. Ayakan
Lubang (mm)
No. Ayakan
Lubang (mm)
4
6
8
10
16
20
30
40
4,750
3,350
2,360
2,000
1,180
0,850
0,600
0,425
50
60
80
100
140
170
200

0,300
0,250
0,180
0,150
0,106
0,088
0,075

Selain itu parameter-parameter besar yang didapat ditentukan dengan :
  1. ukuran efektif
  2. koefisien keseragaman
  3. koefisien gradasi

Persen koefisien keseragaman dinyatakan sebagai berikut :
            Cu =
Dimana :
            Cu       = koefisien keseragaman
            D60     = diameter yang disesuaikan dengan 60% lolos ayakan
            D10     = diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
Persen koefisien gradasi dinyatakan sebagai berikut :
            Cc =
Dimana
            Cc        = koefisien keseragaman
            D30     = diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
            Tanah berbutir kasar dideskripsikan bergradasi baik,(a) jika ukurannya seragam atau (b) jika tidak atau jarang terdapat partikel berukuran sedang (terdapat konstan ukuran tanah ). Ukuran partikel digambar dengan kurva dengan skala logarimik sebagai absis. Jadi jika ada dua jenis tanah yang memiliki derajat keseragaman (uniformity) yang sama, maka akan terdapat dua kurva yang sama bentuknya meskipun letak ordinatnya berlainan.
Kurva distribusi tidak hanya menunjukkan rentang (range) dari ukuran butir yang dikandung ditanah. Pada jenis gradasi dapat dilihat dari grafik di bawah ini
 









Gambar 1.1. Macam – macam tipe kurva distribusi ukuran dengan koefisien gradasi
2.2 Peralatan & Fungsinya
            Sedangkan peralatan yang digunakan adalah:
  1. Timbangan berfungsi sebagai alat untuk mengukur berat dari sample / sample tanah sebelum disaring dan setelah disaring.
  2. Sikat Pembersih Saringan fungsinya untuk membersihkan saringan dari sample.
  3. Sekop fungsinya untuk memasukkan tanah ketimbangan dan untuk mengetahui volumenya.
  4. Sieve shaker fungsinya untuk memisahkan antara butiran mulai dari yang paling kasar sampai yang paling halus.
  5. Cawan fungsinya : sebagai wadah dari sample.
  6.  
2.3.   Prosedur Percobaan
Adapun prosedur yang dilakukan untuk percobaan ini adalah :
1.    Mengeringkan contoh tanah dalam oven sambil dicatat berat konstan semua gumpalan dipecahkan kecil-kecil.
2.    Memasukkan contoh tersebut kedalam ayakan dengan berat ± 1500gr, selanjutnya diayak selama 15 menit.
Mendiamkan sejenak agar partikel halus tidak berterbangan kemudian menimbang contoh yang tertahan pada tiap-tiap ayakan.























BAB III
BERAT JENIS
 ( SPESIFIC GRAVITY )



3.1. Dasar Teori
Berat jenis  tanah dapat ditentukan dengan cara membandingkan antara berat butir tanah tersebut dengan berat air (aquades) yang mempunyai isi sama pada suhu standart.
Berat jenis didefenisikan sebagai rasio dari berat isi bahan terhadap berate isi air. Table 3.1. menunjukkan daftar berat jenis dari sejumlah bahan yang biasa terdapat dalam tanah. Sebagian besar tanah (butiran – butiran individu yang terkumpul) mengandung banyak kwarsa (quarts) dan feldspart dan dalam jumlah yang lebih kecil mika (mica) dan mineral – mineral berdasarkan besi.
Hasil – hasil penentuan berat jenis dari sebagian besar tanah menunjukkan bahwa nilai-nilai dari 2,5 sampai 2,80 merupakan nilai – nilai yang biasa terdapat, diamana nilai-nilai antara  2,6 dan 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat. Pada kenyataannya, uji berat jenis jarang dilakukan, dan nilai – nilai diambil secara kasar sebagai berikut :
§  Pasir, Kerikil, bahan-bahan berbutir kasar              Gs  =  2,65  -  2,67
Tanah kohesif, sebagai campuran
§  Lempung, lanau , pasir dan sebagainya                  Gs  =  2,68  -  2,72
Nilai kasar tersebut diperoleh dari sampel antara lain pasir, kerikil, lempung, lanau, dan sebagainya.
Nilai dari berat jenis dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
WS                = Weight of soil ( berat asli tanah )
α                   = Specific gravity water pada temperatur tertentu
W4                = Weight of bottle + water
GS                = Specific gravity
W3                = Weight of bottle + soil + water

3.2.Peralatan Dan Fungsinya
     Peralatan yang digunakan selama praktikum antara lain :
1.    Piknometer dengan kapasitas minimum 100 ml atau botol ukur dengan kapasitas minimum 50 ml.
2.    Vakum test merupakan rangkaian alat penguji specific gravity dilengkapi dengan pompa hampa udara.
3.    Neraca dengan ketelitian 0,001 gram, berfungsi sebagai penimbang berat sampel.
4.    Termometer ukuran 00 – 500 C dengan ketelitian pembacaan 10 C untuk mengkur suhu selama praktikum.
5.    Saringan no.4 dengan penadahnya, untuk menseragamkan ukuran soil pada sampel yang akan diuji.
6.    Pompa hampa udara ( vacum pump )

3.3. Prosedur Pengujian
Adapun proses pengujian yang dilakukan untuk menetukan nilai SG adalah :
1.    Menimbang berat piknometer atau botol yang sudah diberikan kode dengan ketelitian 0,01 gr ( W1 ).
2.    Memasukkan conto uji kedalam piknometer atau botol kemudian menimbang beratnya.
3.    Menambahkan air suling sehingga piknometer atau botol terisi dua pertiganya, untuk bahan yang mengandung lempung dilakukan dengan cara mendiamkan conto uji terendam selama ± 24 jam.
4.    Meletakkan masing – masing piknometer atau botol berisi conto dengan air pada alat yang dilengkapi dengan pompa vakum kemudian menyalakan pompa vakum selama 30 menit.
5.    Mengisi piknometer atau botol berisi conto dengan air suling seperlunya dan menimbang beratnya ( W3 )
6.    Membuang conto dari piknometer sampai bersih dan mengisi kembali dengan air suling. Setelah kering kemudian ditimbang beratnya ( W4 ) kemudian mengkur temperatur air.









BAB IV
KADAR AIR
( MOISTURE CONTENT )


4.1. Dasar Teori
Suatu contoh tanah kering dicampur dengan air sampai menyatu dalam keadaan plastis. Contoh tanah ini dibentuk dalam suatu tabung dengan berat ( W ), kemudian dicelupkan ke dalam air raksa dan dengan demikian volumenya ( V ) dapat ditentukan.

Kadar air ditentukan dengan menimbang contoh tanah kemudian dikeringkan dalan oven bertemperatur 1050 - 1000 C dan ditimbang kembali. Pengeringan harus dilakukan terus sampai tercapai selisih antara dua penimbangab berturut – turut tidak lebih dari 0,1 % massa mula – mula dengan intterval penimbangan empat jam. Kebanyakan tanah cukup dikeringkan dalam oven selama 24 jam kadar air tanah bersangkut paut dengan kondisi air tanah.
Kadar air (Water Content) W didefenisikan sebagai :
 W  =    x  100

Persamaan ini memberikan kadar air  sebagai suatu variable bebas, karena Ws konstan untuk kondisi tanah dalam keadaan lunak (steady state). Beberapa ahli telah menggunakan defenisi kadar air sebagai berikut :
  =     =      x  100

Dan ini merupakan persamaan yang dependen, diamana berat air ada pada pembilang ataupun penyebut. Oleh karena inilah maka persamaan tersebut tidak digunakan dalam insinyur geoteknik.
4.2    Peralatan Dan Fungsinya
Adapun bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.    Cawan , fungsinya seagai tempat / media tempat conto sampel  yang akan dijadikan percobaan.
2.    Timbangan dengan ketelitian masing – masing 0,1 gr, sebagai alat untuk menimbang krus aluminium baik sebelum berisi maupun sesudah berisi sampel
3.    Oven, fungsinya sebagai alat untuk membantu proses penguapan / pengeringan sampel dengan suhu yang telah ditentukan
4.    Sekop berfungsi sebagai alat untuk mengambil conto kedalam ayakan no 40

4.3.Prosedur Percobaan
Adapun proses percobaan dalam kegiatan ini adalah :
1.    Menimbang cawan (krus aluminium) dan mencatat nomornya.
2.    Memasukkan conto ke dalam cawan (krus aluminium) dan menimbang beratnya .
3.    Memasukkan conto beserta krus aluminium ke dalam oven dengan temperatur tetap 1100 selama 24 jam.
4.    Mengeluarkan krus aluminium dari oven dan biarkan sampai beratnya konstan.
5.    Menimbang dan mencatat beratnya setelah kering untuk menghitung W3

























BAB V
BATAS CAIR
( LIQUID LIMIT )


5.1. Dasar Teori
Bila tanah berbutir halus ( lempung dan lanau ) dicampur dengan air, maka tanah ini akan melalui beberapa keadaan tertentu dari keadaan cair sampai keadaan padat.
Seorang ahli tanah berkebangsaan Swedia, A. Atterberg yang bekerja di bidang pertanian mengembangkan metoda untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air bervariasi. Bila kadar air terlalu tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek. Karena itu ada dasar teori yang dikandungnya.
Tanah dapat dipisahkan pada 4 keadaan :
1.    Padat
2.    Semi padat
3.    Plastis
4.    Text Box:             Padat         Semi Padat          Plastis           Cair




                  Batas Susut     Batas Plastis     Batas Cair
Cair
Gambar 5.1 batas Aterberrg

Kadar air dimana terjadi transisi dari keadaan padat kekeadaan semi padat didefenisikan sebagai batas sudut. Kadar dimana transisi dari keadaan semi padat kekeadaan plastis menjadi terjadi dinamakan dengan batas plastis (plastic limit), dari keadaan plastis kekeadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas-batas Atterberg (Atterberg limit)

5.2. Peralatan Dan Fungsinya
     Peralatan yang dipergunakan selama praktikum beserta fungsinya adalah :
1.    Alat batas uji standar, sebagai alat uji untuk menentukan kadar air tanah yang menyatu pada pukulan ke 25.
2.    Plat kaca berukuran 55 x 55 x 0,9 cm, berfungsi sebagai alas bagi conto tanah untuk memadatkan conto tanah
3.    Neraca dengan ketelitian 0,001 gr, sebagai pengukur sampel dan cawan.
4.    Krus aluminium ( cawan ) sebagai wadah sampel. Spatula (Grooving tools) dengan panjang 12,5 cm sebagai pembuat alur pada conto tanah.
5.    Oven dengan pengatur suhu untuk mengeringkan sampel.
6.    Sendok sampel ( scrab ), untuk mengambil conto tanah yang telah menyatu.

5.3.   Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan selama praktikum adalah :
1.    Meletakkan ± 150 gram conto tanah diatas plat kaca.
2.    Mengaduk sampel conto tanah dengan menggunakan dempul, dan menambahkan air suling sedikit demi sedikit sampai homogen.
3.    Mengambil sebagian conto uji dan meletakkannya diatas mangkok alat batas cair, meratakan permukaan sehingga sejajar dengan dasar alat.
4.    Membuat alur dengan cara membagi conto uji menjadi dua bagian dengan alat grooving tool atau casagrande untuk conto tanah yang kohesif.
5.    Dengan menggunakan alat uji batas cair standar, menjalankan alat uji dan mencatat jumlah pukulan pada saat conto uji tersebut bersinggungan.
6.    Menimbang berat sampel dengan wadah cawan.
7.    Memasukkan cawan ke dalam oven untuk mendapat berat kering dan kadar airnya
















BAB VI
BATAS PLASTIS
 ( PLASTIS LIMIT )


6.1.   Dasar Teori
Batas Plastis ( Plastis Limit ) merupakan kadar air minimum dimana tanah masih dalam keadaan plastis atau kadar air minimum dimana tanah dapat digulung – gulung sampai diameter 3,1 mm ( 1 / 8 inchi ). Batas plastis merupakan bagian – bagian dari batas – batas konsistensi atau atteberg limit yang mana nantinya hal ini mengacu pada sifat – sifat fisik tanah. Sebagaimana perlu kita ketahui sifat – sifat fisik tanah meliputi :
a.    Cair.
b.    Kental.
c.    Plastis.
d.   Semi Platis.
e.    Padat.

Sifat – sifat fisik tanah tersebut sangat mempengaruhi tanah jika diberikan beberapa perilaku terhadapnya, salah satunya adalah gaya. Pengaruh gaya sangat berperan dominan terhadap efektifitas suatu tanah. Perubahan batas plastis suatu tanah dapat dinyatakan dalam suatu persamaan :
 P.L = L.L x P.I + W             
                       
Dimana :
PL             = Platis limit ( Batas plastis )
LL             = Liquid limit ( Batas cair )
PI = Plasticity index ( Indeks plastisitas )
W = Kadar air.
PL ( Plastis limit ) atau batas plastis memiliki perbedaan dengan PI (Plasticity Index) atau indeks platisitas.
Dimana PI merupakan jumlah kadar pada saat tanah dalam keadaan kondisi plastis
dimana nilainya diperoleh dari selisih antara liquid limit ( LL ) dengan PI ( plastis
limit ).
Secara umum dapat ditulis dalan bentuk persamaan :

P.I = LL – P L                                               
Dimana :
L.L = Batas cair
P.L = Batas plastis

6.2.      Peralatan Dan Fungsinya
     Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1.    Plat kaca ( ukuran 45 x 45 x 0,9 cm ), berfungsi sebagai tempat untuk mengaduk conto tanah yang dicampur dengan air. ( lihat gambar 6.1 )
2.    Pipa pembanding ( diameter 3 mm, panjang 10 cm ), berfungsi sebagai pembanding conto tanah awal dengan sesudah percobaan. ( lihat gambar 6.2 )
3.    Neraca ( dengan ketelitian 0,001 ), berfungsi sebagai alat untuk menimbang cawan baik sebelum maupun sesudah diisi  dengan conto tanah. ( lihat gambar 6.3 )
4.    Krus aluminium / cawan ( minimal 3 buah ), berfungsi sebagai alat tempat conto tanah yang akan dijadikan percobaan. ( lihat gambar 6.4 )
5.    Oven, berfungsi sebagai alat pemanas yang membantu proses penguapan. ( lihat gambar 6.5 )

6.3.   Prosedur Percobaan
     Adapun prosedur percobaan dalam praktikum ini adalah :
1.    Meletakkan conto tanah diatas plat kaca, lalu diaduk sanpai kadar airnya merata.
2.    Kemudian menggulung – gulungkan conto tanah tersebut dengan telapak tangan diatas plat kaca sampai mencapai diameter 3 mm.
3.    Jika sebelum diameter 3 mm sudah retak, maka benda uji disatukan kembali dengan menambahkan air sedikit demi sedikit sehingga merata. Jika pada diameter 3 mm masih belum menunjukkan retakan, maka conto dibiarkan beberapa saat di udara agar kadar airnya berkurang sedikit.
4.    Pengadukan dan penggilingan diulangi terus hingga tidak diperoleh retakan pada diameter 3 mm.
5.    Memeriksa kadar air tanah pada kondisi ( d ). Melakukan  percobaan sebanyak 3 kali.








BAB VII
BERAT KERING 
( UNIT WEIGHT )


7.1.   Dasar Teori
Berat kering dapat juga didefinisikan sebagai berat tanah asli yang belum diseragamkan ukurannya. Untuk menentukan volume mould yang berbentuk tabung dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
Pengujian terhadap berat volume kering merupakan salah satu percobaan yang dilakukan dalam praktikum mekanika tanah. Hal ini disebabkan karena berat asli dari tanah tergantung kepada besar volume dan berat dari mould. Pada pembuatan timbunan untuk pembuatan jalan raya dan tanah dan banyak struktur teknik lainnya, tanah yang lepas haruslah dipadatkan untuk menigkatkan berat berat volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan dari tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diizinkan atau diinginkan dan meningkatkan kemampatan lereng timbunan penggilas besi kepermukaan halus dan penggilas getar adalah alat-alat yang umum digunakan dilapangan untuk pemadatan tanah. Mesin getar dalam juga banyak digunakan untuk memadatkan tanah berbutir. Sampai kedalaman yang cukup besar dari permukaan tanah. Cara pemadatan tanah dengan system ini disebut Vibroflotation (pemampatan getar apung).
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsure pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah kerena adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak satu sama lainnya dan membentuk kedudukan yang lebih padat dan rapat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan bertambah bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) menigkat. Bila kadar airnya ditingkatkan  terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga meningkat secara bertahap pula. Setelah mencapai kadar air tertentu akibat adanya penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang pori dalam tanah yang sebenarnya dapat ditempati oleh partikel-partikel dalam tanah. Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut dengan kadar air optimum.
Percobaan – percobaan dilaboratorium yang umum dilakukan untuk mendapatkan berat volume kering maximum dan kadar air optimum adalah Proctor Competion Test (uji pemadatan Proctor menurut nama penemunya ; Proctor 1933). Pada uji proctor, tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bervolume 1/30 ft3 (-943,3 cm3). Diameter cetakan tersebut adalah 4 inci ( = 101,6 mm ) selama percobaan dilaboratorium, cetakan itu dikelem pada sebuah plat dasar dan diatasnya diberi perpanjangan (juga berbentuk silinder). Tanah dicampur air dengan kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk kusus. Pemadatan tanah tersebut dilakukan dalam 3 (tiga) lapisan dan jumlah tumbukan adalah 25 x setiap lapisan. Disamping kadar air, factor-raktor lain juga mempengaruhi pemadatan yaitu berupa jenis tanah dan usaha pemadatannya.

7.2. Peralatan Dan Fungsinya
     Peralatan yang digunakan dalam praktikum antara lain :
1.    Mould, sebagai tabung yang digunakan untuk tempat sampel.
2.    Tongkat pemadat ( diameter 15 mm, panjang 60 mm ) yang terbuat dari baja tahan karat. Berfungsi untuk memadatkan tanah di dalam mould sehingga memenuhi rongga tanah di dalam mould.
3.    Mistar perata berfungsi untuk mengambil conto dan meratakan permukaan tanah pada mould.
4.    Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram berfungsi untuk menimbang berat mould dan soil.
7.3.      Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan dilakukan pada dua jenis material yang berbeda, yaitu pada material lepas dan material padat :

7.3.1.   Material Lepas ( Loose )
1.    Menimbang dan mencatat berat mould ( W1 )
2.    Memasukkan benda uji dari ketinggian maximum 5 cm dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.
3.    Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
4.    Menimbang dan mencatat berat mould beserta benda uji ( W2 )
5.    Menghitung berat kering benda uji ( W3 = W2 – W1 )


7.3.2.   Material Padat ( Dence )
1.    Menimbang dan mencatat berat mould ( W1 )
2.    Mengisi wadah dengan benda uji dalam 3 lapisan yang sama tebalnya. Setiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadat sebanyak 25 kali pukulan.
3.    Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
4.    Mencatat dan menimbang berat mould beserta benda uji ( W2 )
5.    Mengukur berat uji ( W3 = W2 – W1 )











































BAB VIII
KUAT GESER


8.1.   Dasar Teori
A. Kriteria Keruntuhan Mohr - Coulomb
Pada bab ini membahas tentang ketahanan tanah terhadap keruntuhan geser (shear failure) pengetahuan tentang kekuatan geser diperlukan untuk menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan stabilitas massa tanah. Bila suatu titik pada sembarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya maka keruntuhan akan terjadi pada titik tersebut. Kekuatan geser tanah (τf) suatu titik pada suatu bidang tertentu di kemukakan oleh coulombsebagai suatu fungsi linear terhadap tegangan normal (σf). pada bidang tersebut pada titik yang sama, sebagai berikut :
 τf  = C + σf tan φ
Dimana C dan φ adalah parameter – parameter kekuatan geser, yang berturut – turut didefenisikan sebagai kohesi (cohesion intercept atau apprent cohesion) dan sudut tahanan geser (angle of shearing resistant). Berdasarkan konsep dasar tenzaghi tegangan geser pada suatu tanah hanya dapat ditahan oleh tegangan – tegangan patikel – partikel padatnya. Kekuatan geser tanah dapat juga dinyatakan sebagai fungsi dari tegangan normal efektif sebagai berikut
τf  = C’ + σf tan φ’
Dimana C’ dan φ’ adalah parameter – parameter kekuatan geser pada tegangan efektif dengan demikian keruntuhan akan terjadi pada titik ysng mengalami keadaan kritis
Selain itu kekuatan geser juga dapat dinyatakan dalam tegangan utama besar yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan geser normal efektif σ1’ dan kecil σ3’ pada keadaan runtuh dititik yang ditinjau. Garis yang dihasilkan oleh persamaan diatas pada keadaan runtuh merupakan garis singgung terhadap lingkaran mohr yang menunjukkan keadaan tegangan dengan nilai positif untuk tegangan tekan.
Kriteria keruntuhan mohr – coulomb dapat dituliskan sebagai berikut:
           


Kriteria tersebut berasumsi bahwa bila sejumlah keadaan tegangan diketahui dimana masing – masing menghasilkan keruntuhan geser pada tanah, sebuah garis singgung akan dapat digambarkan pada lingkaran mohr ; garis singgung tersebut dinamakan selubung keruntuhan (failure envelope) tanah. Keadaan teganmgan tidak mungkin berada diatas selubung keruntuhannya. Kriteria ini tidak mempertimbangkan regangan pada saat atau sebelum terjadinya keruntuhan secara tidak langsung menyatakan bahwa tegangan utama menengah efektif σ2’ tidak mempengaruhi kekuatan geser tanah. Didalam praktek kriteria keruntuhan mohr – coulomb ini paling sering digunakan karena kesederhanaanya, walaupun merupakan satu – satunya kriteria keruntuhan tanah. Selubung keruntuhan untuk tanah tertentu tidak selalu berbentuk garis lurus, tetapi secara perkiraan dapat dibuat menjadi garis lurrus, yang diambil dari suatu rentang tegangan serta parameter – parameter kekuatan geser pada rentang tersebut.

8.2.   Peralatan dan Fungsinya
Peralatan yang dipakai yaitu:
1.    Alat uji kuat geser terdiri dari stang penekan dan pemberi beban, alat geser, lengkap dengan proving ring dan dua buah arloji geser (extensionmeter), cincin pemeriksaan yang terbagi dua dengan penguncinya terletak dalam kotak, beban (besi) dan dua buah batu pori.
2.    Skrup sebagai alat perata sampel dan sebagai pengaduk sampel ketika sampel dicetak.
3.    Plat kaca berfungsi sebagai tempat / media pengadukan contoh dan juga sebagai alas.
4.    Plat cetak segi empat (cicin) berfungsi sebagai pencetak contoh sehingga dapat muat ketika dimasukkan kedalam alat kuat geser dengan kepadatan tertentu.
5.    Stopwatch sebagai alat penghitung waktu.
6.    Pisau pemotong
8.3.   Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan untuk menentukan kuat geser pada tanah lempung adalah :
1.    Mengambil tanah lempung dan mencampurkan dengan sedikit tanah.
2.    Mencetak tanah lempung yang telah dicampur dengan air menggunakan cetakan.
3.    Memadatkan tanah lempung yang dicetak dengan cara menekan menggunakan sendok dempul, kemudian meratakan permukaan cetakan.
4.    Mengeluarkan tanah lempung dari cetakan tanpa ada retakan.
5.    memasukkkan hasil cetakan kedalam alat uji kuat geser, kemudian menghitung dan mencatat. Displacement dan dial reading dengan waktu pembacaan setiap 15 detik, menggunakan stopwatch. Pembacaan ditentukan jika 3x hasil pembacaan sama.
6.    Melakukan hal yang sama dari langkah – langkah diatas untuk percobaan berikutnya (cetakan tanah lempung 2 dan 3).









                          







































BAB IX
KLASIFIKASI TANAH


9.1 Dasar Teori
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu system pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang sama kedalam kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sebagian besar system klasifikasi tanah telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butir dan plastisitas.

9.2. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur ( Sistem USDA)
Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang besagkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada didalam tanah, umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang berbeda. Dalam sistem klasifikasi berdasarkan teksturnya tanah diberi nama atas komponen-komponen utama yang dikandungnya misalnya : lempung berpasir ( sandy clay ), lempung berlanau ( silty clay ) dan sebagainya.
Sistem ini berdasarkan pada ukuran batas butiran tanah yaitu :
a Pasir      : butiran dengan diameter 2 mm – 0,05 mm.
a Lanau   : butiran dengan diameter 0,005 mm – 0,002 mm.
a Lempung    : butiran dengan diameter < 0,002 mm.
                                                    
9.3.  Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi ini dikembangkan pada tahun 1929 dan telah mengalami berbagai perbaikan seperti yang diajukan oleh Committee on Classification Of Materials For Subgrade And Granular  Type Road Of The Highway Research Board pada tahun 1945.
Sistem klasifikasi AASHTO yang dipakai saat ini dapat dilihat pada tabel 8.2.2. pada sistem ini tanah diklasifikasikan dalam kelompok A – 1, A – 2 dan A – 3. Didalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 20 dari klasifikasi kedalam kelompok A – 4, A – 5, A – 6 dan A – 7. Butiran dalam kelompok A – 4 sampai dengan A – 7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung.
Sistem klasifikasi AASHTO didasarkan atas kriteria sebagai berikut
1. Ukuran butir
     Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan yang tertahan pada ayakan No.10 ( 2 mm ). Sedangkan pasir adalah bagian tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm ) dan tertahan pada ayakan No.200 ( 0,075mm ).
2. Plastisitas
     Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas ( PI ) ≤ 10. Nama berlempung dipakai bila tanah mempunyai PI > 11.
3.    Apabila batuan ( ukuran > 75 mm ) ditemukan dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan, maka batuan-batuan tersebut harus dkeluarkan terlebih dahulu. Tetapi persentasenya harus dicatat.

Untuk mengevaluasi kualitas tanah sebagai ( Sub Grade ) untuk jalan raya diperlukan suatu angka yang dinamakan indeks group dengan rumus :
GI = (F-35) [0,2+0,005 (LL-40)] + 0,01 (F-15) (PI-10)

Dimana :
GI = indeks group.                                                          LL = batas cair
F   = persentase butiran yang lolos ayakan  No.200.      PI = indeks plastis.

Prosedur menentukan nilai GI:
1.    Apabila nilai GI negatif maka harga GI dianggap nol.
2.    GI dibulatkan ke angka yang lebih dekat.
3.    GI untuk tanah yang masuk dalam kelompok A-1a, A-1b, A-2-4, A-2-5 dan A-3 selalu sama dengan nol.
4.    tidak ada batas ata untuk GI.
Untuk tanah yang masuk kelompok A-2-6 dan A-2-7, nilai indeks grup ditentukan
dengan rumus:  GI = 0,01 (F – 15)(PI – 10)
Makin tinggi nilai GI, makin kurang sesuai bahan tersebut sebagai lapis dasar jalan raya. GI = 0 menunjukkan suatu material lapis dasar yang bagus, dan GI ≥ 0 menunjukkan suatu material lapis dasar jalan yang sangat jelek.

9.4.       Sistem Klasifikasi Berdasarkan Unifield (Sistem USCS)
Pada awalnya sistem ini diperkenalkan oleh casagrade ( 1942 ) untuk digunakan. Pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang pada tahun 1952, setelah disempurnakan  sistem ini dipakai secara luas oleh para ahli teknik.
Sistem ini mengelompokkan tanah kedalam 2 kelompok besar yaitu tanah berbutir kasar ( coarse gramed soil ) dan tanah berbutir halus ( fine graned soil ) tanah yang berbutir kasar adalah tanah yang lebih 50 % bahannya ayakan No.200 ( 0,075 mm ). Tanah ini dibagi atas kerikil dan pasir kerikil dan pasir dikelompakkan sesuai dengan gradasinya baik, bergradasi jelek, mengandung material lanau dan mengandung material lempung.
Tanah berbutir halus adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya lolos ayakan No.200, tanah bebutir halus ini dibagi menjadi lanau ( m ), lempung ( c ), serta lanau dan lempung organik ( o ) disamping itu dikelompokkan atas tingkat plastisnya yaitu platisnya rendah ( L ) dan platisnya tinggi ( H ). Tanah yang anorganik ( gambut ) dapat didefenisikan secara visual.
Klasifikasi tanah berbutir halus diperoleh dengan menggunakan diagram plastisitas garis diagonal pada bagian plastisitas dinamakan garis A dan satu garis tegak lurus ditarik pada batas cair 50. Garis A adalah batas empiris antara lempung organik yang khas ( mL dan mH ) atau tanah -tanah organik ( oL dan oH ) dibagian bawah diagram dimana batas air kurang dari 29 dan indeks platisitas sebesar 4 – 7, sifat tanah menunjukkan gejala berhimpitan, klasifikasi analis CL – ML dipakai untuk tanah yang benda didaerah ini.
Bila persentase butiran yang lolos ayakan no 200 antara 5 % sampai 12 % digunakan simbol ganda: GW – GM, GP – GM, GW – GC, GP – GC, SW – SM, SW – SC, SP – SM


















Tabel 9.2 Sistem Klasifikasi Berdasarkan Unifield (Sistem USCS)
Divisi Utama
Simbol Kelompok
Nama Umum
Tanah Berbutir Lebih Dari 50 % Butiran Tertahan Pada Ayakan No. 200


















Pasir lebih dari 50 % fraksi kasar
lolos ayakan No. 4
Kerikil bersih
 (hanya kerikil.)
GW
-       Kerikil berpasir baik dan campuran.
-       Kerikil pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus.
GP
-       Kerikil bergradasi buruk dan campuran.
-       Kerikil – pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Kerikil Dengan
 butiran hakus
GM
-       Kerikil berlanau, campuran kerikil – pasir lempung

GC
-       Kerikil berlempung campuran kerikil pasir lempung

Kerikil 50 % atau lebih dari fraksi kasar tertahan pada ayakan No.4
Pasir bersih
 (hannya pasair)
SW
-       Pasir bergradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

SP
-       Pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus.
Pasir dengan
butiran halus
SM
-    Pasir berlanau, campuran pasir lanau
SC
-       Pasir berlempung, campuran pasir lempung

Tanah berbutir halus kurang 50 % atau lebih lolos ayakan No. 200







Lanau dan Lempung batas cair 50 % atau kurang
ML

-    Lanau anorganik, Pasir halus sekali, Serbuk batuan, Pasir halus, berlanau atau berlempung
CL
-    Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang, Lempung berkerikil, Lempung berpasir, Lempung berlanau “kurus” (lean elays)
OL
-    Lanau organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah.

Lanau dan Lempung Batas cair lebih dari 50 %
MH
-    Lanau anorganik atau pasir halus diatomea atau lanau diatomea, lanau yang elastis.
                          
CH
-    Lanau anorganik dengan plastisitas tinggi, Lempung “gemuk” (fat elays)

OH
-    Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah – tanah dengan kandungan organik sangat tinggi.
PT
-    Peat (gambut), muck dan tanah – tanah lain dengan kandungan organik tinggi.



Tabel 9.3. Klasifikasi Ganda
KRITERIA KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan persentase fraksi halus
Kurang dari 50 % lolos ayakan no. 200 : GW,GP,SW,SP
Kurang dari 50 % lolos ayakan no. 200 : GM, GC, SH, SC
5 % sampai 12 % lolos ayakan no. 200 : Klasifikasi perbatasan yang
                                                                 memerlukan sumbol ganda.

Cu > 4
Cc antara 1 dan 3
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
Batas – batas atterberg dibawah garis – A atau PI > 4
Batas – batas atterberg dalam daerah diarsir adalah peralihan klasifikasi perlu menggunakan simbol ganda
Batas – batas atterberg diatas garis – A atau PI > 7
Cu > 6
Cc antara 1 dan 3
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
Batas – batas atterberg dibawah garis – A atau PI < 4
Batas – batas atterberg dalam daerah diarsir adalah peralihan klasifikasi perlu menggunakan simbol ganda
Batas – batas atterberg diatas garis – A atau PI > 7







Tidak ada komentar:

Posting Komentar