BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Mekanika tanah
adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat fisik dan
mekanika serta perilaku masa tanah bila menerima bermacam-macam gaya.
Dalam aplikasinya
tanah banyak digunakan dalam proyek-proyek sipil mapun dibidang pertambangan
sebagai pondasi untuk mendukung struktur bangunan dan tanggul-tanggul, sebagai
bahan bangunan tanah atau rancangan bangunan jalan raya, jalan masuk tambang
dan sebagainya. Untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat aktivitas
tersebut, kita menerapkan dasar-dasar mekanika tanah.
Pada suatu
keruntuhan akibat geser, tegangan-tegangan yang timbul didalam sistem tanah
melebihi kekuatan tanah, dan ini pada umumnya mengakibatkan runtuhnya sistem
tersebut. Longsornya lereng alam dan lereng buatan serta menggulingnya dinding
penahan merupakan contoh-contoh kegagalan jenis ini.keruntuhan ini terjadi
sebagai akibat meningkatnya tegangan – tegangan sepanjang bidang runtuh atau
akibat menurunnya kekuatan tanah sepanjang bidang tersebut. Tegangan – tegangan
dapat meningkat akibat perubahan distribusi tegangan karena beberapa sebab,
seperti pembuatan suatu potongan jalan raya pada kaki suatu lereng alam.
Kekuatan tanah seringkali menurun selama terjadinya gempa bumi, akibat tanah mengalami
suatu kondisi pembebanan siklus.
Deformasi yang
terlalu besar dari suatu sistem besar dari suatu sistem fondasi dapat membuat
suatu bangunan menjadi tidak berguna. Besarnya penurunan yang dianggap dapat
ditolerir bergantung dari fungsi bangunan tersebut. Deformasi yang tidak
diinginkan disebabkan oleh pengembangan ataupun oleh kompresi tanah. Tanah
lempung tertentu mengembang apabila kandungan air tanah meningkat dan ini dapat
menyebabkan fondasi dan dinding penehan mengalami deformasi yang terlalu besar.
Banyak tanah sangat peka terhadap pembekuan
air dan mengembang selama temperatur beku, menyebabkan kerusakan pada jalan
raya,fondasi gedung, dinding penahan, dan bangunan bangunan lain. Karena itu,
suatu tindakan yang mencukupi harus dibuat selama mendesain unntuk mencegah
kerusakan akibat tanah yang mengembang. Apabila fondasi tidak di desain secara
memadai, penurunan yang terlalu besar dari bangunan dapat terjadi sebagai
akibat kompresi dari tanah dibawahnya. Pemampatan dapat disebabkan oleh berat
bangunan, oleh penurunan muka air tanah, ada baiknya diterangkan sedikit
mngenai pengertian dan genesa dari tanah tersebut.
Sejarah perkembangan mekanika tanah
Sebagian besar
ahli berpendapat bahwa mekanika tanah sebagai suatu ilmu teknik dimulai dengan terbitnya
buku Erdbaumechanik auf bodephysikalisher Grundlage
oleh karl terzaghi (Buku teks pertama mekanika tanah) di jerman pada tahun
1925. karena buku ini, pekerjaan Terzaghi di Eropa, Asia dan Amerika Serikat
serta lebih dari 250 makalah teknik yang dibuatnya, Terzaghi sebagai seorang
insinyur tanah dan bibliografi dari sebagian besar publikasinya, termasuk yang
dianggap paling berharga, diberikan dalam buku From Theory to Practice in Soil
Mechanics, oleh Bjerrum dan kawan kawan (1960).
Pengertian tanah
Dalam pengertian
teknik, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat
(butiran) mineral – mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan bahan organik yang telah melapuk disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel
partikel tersebut.
Berdasarkan
geologi teknik, tanah adalah batuan hasil proses destruksi (pelapukan) yang
bersifat lepas, lunak ataupun terkonsolidasi yang berukuran lempung sampai
brangkal.
Berdasarkan
asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi tanah organik dan
tanah anorganik. Tanah organik adalah campurang yang mengandung bagian – bagian
yang cukup berarti berasal dari pelapukan dan sisa tanaman dan kadang kadang
dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil. Tanah anorganik berasal dari
pelapukan batuan secara kimia atau fisis.
Produk produk
dari pelapukan dapat tetap tinggal disuatu tempat atau terbawa ketempat lain
oleh unsur – unsur pembawa es, air, angin dan Gravitasi. Tanah yang terjadi
oleh penumpukan produk – produk pelapukan hanya ditempat asalnya disebut tanah
residu (residual soil). Tanah seperti ini tersebar di daerah tropis, yang bisa
juga disebut laterit.
Tanah yang
terbawa ketempat lain dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,
tergantung dari jenis pembawa dan cara pengendapannya ditempat yang baru :
1.
Tanah glasial (glacial) : Tanah ini terbentuk karena
transportasi dan deposisi oleh gletser (sungai es).
2.
Tanah alluvial : Merupakan jenis tanah yang terbentuk
karena tertransportasi oleh air dan terenddapkan sepanjang aliran sungai.
3.
Tanah lakustrin (lakustrine) : Merupakan tanah yang
terbentuk karena terendapkan di danau – danau.
4.
Tanah marine : Yaitu tanah yang terbentuk karena
terendapkan di laut.
5.
Tanah aeolian : Adalah tanah yang terbentuk karena
tertransportasi dan diendapkan oleh angin.
6.
Tanah colluvial : Adalah tanah yang terbentuk oleh
pergerakan tanah dari tempat asalnya akibat gravitasi seperti yang terjadi pada
saat tanah longsor.
Sebagaimana diterangkan
diatas, ukuran dari partikel tanah adlah sangat beragam. Tanah umumnya dapat
berukuramn kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay).
Untuk menerangkan tanah berdasarkan ukuran – ukuran partikelnya, beberapa
organisasi telah mengembangkan batasan – batasan ukuran golongan jenis tanah
(soil separate size limits) sebagaimana diperlihatkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Batasan – batasan ukuran golongan tanah. *)
Nama Golongan
|
Ukuran Butir (mm)
|
|||
Kerikil
|
Pasir
|
Lanau
|
Lempung
|
|
Massachusett Institute Of
Technology (MIT)
|
> 2
|
2 – 0,06
|
0,06 – 0,002
|
< 0,002
|
U.S. DepartmentOf Agriculture (USDA)
|
>2
|
2 – 0,05
|
0,05 – 0,002
|
< 0,002
|
American Association Of State Highway and
Tranportation Official (ASSHTO)
|
76,2
– 2
|
2 –
0,075
|
0,07
– 0,002
|
<
0,002
|
Unified Soil Classsification System
(U.S.
Army Corps Of Engineers, U.S.
Bureau Of Reclamation)
|
76,2
– 4,75
|
4,75
- 0,075
|
Halus (lanau dan lempung) 0,075
|
*)
Braja M. Das, “Principles of Geotechnical Engineering”
1.2. Maksud
dan Tujuan Praktikum
Adapun maksud dan tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
lebih jelas tentang bagaimana penerapan mekanika tanah secara langsung dan
untuk memenuhi kurikulum yang berlaku di jurusan teknik pertambangan Institut
Teknologi Medan.
Modul-modul yang dipraktekkan dalam praktikum ini adalah :
1.
Analisa Ayakan (Sieve Analisis).
2.
Berat Jenis (Specific Gravity)
3.
Kadar Air (Moisture Contant).
4.
Batas Cair (Liquid Limit).
5.
Batas Plastis (Plastic Limit).
6.
Berat Kering (Unit Weight).
7.
Klasifikasi tanah.
BAB II
SIEVE
ANALISIS
2.1 Dasar Teori
Pengukuran ukuran butiran tanah
merupakan hal penting dalam mengetahui sifat sifat tanah sangat tergantung pada
ukuran butirnya. Disamping itu ukuran tanah juga digunakan dalam
pengklasifikasian bermagam macam tanah tertentu ada dua cara yang umum
digunakan untuk mendapatkan distribusi ukuran butir tanah yaitu:
- Analisis Ayakan (screen)
- Analisis Hidrometer
Sieve analisis
(analisa ayakan) adalah suatu percobaan menyaring contoh tanah melalui satu set
ayakan, dimana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan
kebawa, cara ini biasanya digunakan untuk menyaring material/partikel
berdiameter ≥ 0,075 mm.
Ukuran butiran
tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang
disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin kebawah
makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tersebut disebut salah
satu dari ukuran butir contoh tanah itu. Pada kenyataannya pekerjaannya hanya
mengelompokan sebahagian dari tanah terlekat di antara dua ukuran.
Ukuran saringan
berhubungan dengan ukuran lubang dari 4,750 mm – 0,075 mm maka saringan
tersebut dengan nomor-nomor. Berikut merupakan table ukuran ayakan standart.
Berat jenis
(spesific gravity) tergantung pada berat partikel tanah dalam suspensi pada
saat pengukuran.
Tabel 1.1 Ukuran-ukuran ayakan standar
No.
Ayakan
|
Lubang
(mm)
|
No.
Ayakan
|
Lubang
(mm)
|
4
6
8
10
16
20
30
40
|
4,750
3,350
2,360
2,000
1,180
0,850
0,600
0,425
|
50
60
80
100
140
170
200
|
0,300
0,250
0,180
0,150
0,106
0,088
0,075
|
Selain itu parameter-parameter besar yang didapat ditentukan dengan :
- ukuran efektif
- koefisien keseragaman
- koefisien gradasi
Persen koefisien
keseragaman dinyatakan sebagai berikut :
Cu =
Dimana :
Cu =
koefisien keseragaman
D60 =
diameter yang disesuaikan dengan 60% lolos ayakan
D10 =
diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
Persen koefisien
gradasi dinyatakan sebagai berikut :
Cc =
Dimana
Cc =
koefisien keseragaman
D30 =
diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
Tanah berbutir kasar dideskripsikan
bergradasi baik,(a) jika ukurannya seragam atau (b) jika tidak atau jarang
terdapat partikel berukuran sedang (terdapat konstan ukuran tanah ). Ukuran
partikel digambar dengan kurva dengan skala logarimik sebagai absis. Jadi jika
ada dua jenis tanah yang memiliki derajat keseragaman (uniformity) yang sama,
maka akan terdapat dua kurva yang sama bentuknya meskipun letak ordinatnya
berlainan.
Kurva distribusi tidak hanya menunjukkan rentang (range) dari ukuran
butir yang dikandung ditanah. Pada jenis gradasi dapat dilihat dari grafik di
bawah ini
Gambar 1.1. Macam – macam tipe kurva distribusi ukuran dengan koefisien
gradasi
2.2 Peralatan &
Fungsinya
Sedangkan
peralatan yang digunakan adalah:
- Timbangan berfungsi sebagai alat untuk mengukur berat dari sample / sample tanah sebelum disaring dan setelah disaring.
- Sikat Pembersih Saringan fungsinya untuk membersihkan saringan dari sample.
- Sekop fungsinya untuk memasukkan tanah ketimbangan dan untuk mengetahui volumenya.
- Sieve shaker fungsinya untuk memisahkan antara butiran mulai dari yang paling kasar sampai yang paling halus.
- Cawan fungsinya : sebagai wadah dari sample.
2.3. Prosedur
Percobaan
Adapun prosedur
yang dilakukan untuk percobaan ini adalah :
1.
Mengeringkan contoh tanah dalam oven sambil dicatat
berat konstan semua gumpalan dipecahkan kecil-kecil.
2.
Memasukkan contoh tersebut kedalam ayakan dengan berat
± 1500gr, selanjutnya diayak selama 15 menit.
Mendiamkan
sejenak agar partikel halus tidak berterbangan kemudian menimbang contoh yang
tertahan pada tiap-tiap ayakan.
BAB III
BERAT JENIS
( SPESIFIC GRAVITY )
3.1. Dasar Teori
Berat jenis tanah dapat ditentukan dengan cara
membandingkan antara berat butir tanah tersebut dengan berat air (aquades) yang
mempunyai isi sama pada suhu standart.
Berat jenis
didefenisikan sebagai rasio dari berat isi bahan terhadap berate isi air. Table
3.1. menunjukkan daftar berat jenis dari sejumlah bahan yang biasa terdapat
dalam tanah. Sebagian besar tanah (butiran – butiran individu yang terkumpul)
mengandung banyak kwarsa (quarts) dan feldspart dan dalam jumlah yang lebih
kecil mika (mica) dan mineral – mineral berdasarkan besi.
Hasil – hasil
penentuan berat jenis dari sebagian besar tanah menunjukkan bahwa nilai-nilai
dari 2,5 sampai 2,80 merupakan nilai – nilai yang biasa terdapat, diamana
nilai-nilai antara 2,6 dan 2,75
merupakan nilai yang paling banyak terdapat. Pada kenyataannya, uji berat jenis
jarang dilakukan, dan nilai – nilai diambil secara kasar sebagai berikut :
§
Pasir, Kerikil, bahan-bahan berbutir kasar Gs
= 2,65 - 2,67
Tanah kohesif, sebagai campuran
§
Lempung, lanau , pasir dan sebagainya Gs =
2,68 - 2,72
Nilai kasar
tersebut diperoleh dari sampel antara lain pasir, kerikil, lempung, lanau, dan
sebagainya.
Nilai dari berat
jenis dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
WS = Weight of soil ( berat asli tanah )
α =
Specific gravity water pada temperatur tertentu
W4 = Weight of bottle + water
GS =
Specific gravity
W3
= Weight of bottle + soil + water
3.2.Peralatan Dan Fungsinya
Peralatan
yang digunakan selama praktikum antara lain :
1.
Piknometer dengan kapasitas minimum 100 ml atau botol
ukur dengan kapasitas minimum 50 ml.
2.
Vakum test merupakan rangkaian alat penguji specific
gravity dilengkapi dengan pompa hampa udara.
3.
Neraca dengan ketelitian 0,001 gram, berfungsi sebagai
penimbang berat sampel.
4.
Termometer ukuran 00 – 500 C
dengan ketelitian pembacaan 10 C untuk mengkur suhu selama
praktikum.
5.
Saringan no.4 dengan penadahnya, untuk menseragamkan
ukuran soil pada sampel yang akan diuji.
6.
Pompa hampa udara ( vacum pump )
3.3. Prosedur Pengujian
Adapun proses pengujian yang dilakukan untuk
menetukan nilai SG adalah :
1.
Menimbang berat piknometer atau botol yang sudah
diberikan kode dengan ketelitian 0,01 gr ( W1 ).
2.
Memasukkan conto uji kedalam piknometer atau botol
kemudian menimbang beratnya.
3.
Menambahkan air suling sehingga piknometer atau botol
terisi dua pertiganya, untuk bahan yang mengandung lempung dilakukan dengan
cara mendiamkan conto uji terendam selama ± 24 jam.
4.
Meletakkan masing – masing piknometer atau botol berisi
conto dengan air pada alat yang dilengkapi dengan pompa vakum kemudian
menyalakan pompa vakum selama 30 menit.
5.
Mengisi piknometer atau botol berisi conto dengan air
suling seperlunya dan menimbang beratnya ( W3 )
6.
Membuang conto dari piknometer sampai bersih dan
mengisi kembali dengan air suling. Setelah kering kemudian ditimbang beratnya (
W4 ) kemudian mengkur temperatur air.
BAB IV
KADAR AIR
( MOISTURE CONTENT )
4.1. Dasar Teori
Suatu contoh
tanah kering dicampur dengan air sampai menyatu dalam keadaan plastis. Contoh
tanah ini dibentuk dalam suatu tabung dengan berat ( W ), kemudian dicelupkan
ke dalam air raksa dan dengan demikian volumenya ( V ) dapat ditentukan.
Kadar air
ditentukan dengan menimbang contoh tanah kemudian dikeringkan dalan oven
bertemperatur 1050 - 1000 C dan ditimbang kembali.
Pengeringan harus dilakukan terus sampai tercapai selisih antara dua
penimbangab berturut – turut tidak lebih dari 0,1 % massa mula – mula dengan intterval
penimbangan empat jam. Kebanyakan tanah cukup dikeringkan dalam oven selama 24
jam kadar air tanah bersangkut paut dengan kondisi air tanah.
Kadar
air (Water Content) W didefenisikan sebagai :
W
= x 100
Persamaan ini
memberikan kadar air sebagai suatu
variable bebas, karena Ws konstan untuk kondisi tanah dalam keadaan lunak
(steady state). Beberapa ahli telah menggunakan defenisi kadar air sebagai
berikut :
= = x 100
Dan ini
merupakan persamaan yang dependen, diamana berat air ada pada pembilang ataupun
penyebut. Oleh karena inilah maka persamaan tersebut tidak digunakan dalam
insinyur geoteknik.
4.2 Peralatan Dan Fungsinya
Adapun bahan
yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.
Cawan , fungsinya seagai tempat / media tempat conto
sampel yang akan dijadikan percobaan.
2.
Timbangan dengan ketelitian masing – masing 0,1 gr,
sebagai alat untuk menimbang krus aluminium baik sebelum berisi maupun sesudah
berisi sampel
3.
Oven, fungsinya sebagai alat untuk membantu proses
penguapan / pengeringan sampel dengan suhu yang telah ditentukan
4.
Sekop berfungsi sebagai alat untuk mengambil conto
kedalam ayakan no 40
4.3.Prosedur Percobaan
Adapun proses percobaan dalam kegiatan ini adalah :
1.
Menimbang cawan (krus aluminium) dan mencatat nomornya.
2.
Memasukkan conto ke dalam cawan (krus aluminium) dan
menimbang beratnya .
3.
Memasukkan conto beserta krus aluminium ke dalam oven
dengan temperatur tetap 1100 selama 24 jam.
4.
Mengeluarkan krus aluminium dari oven dan biarkan
sampai beratnya konstan.
5.
Menimbang dan mencatat beratnya setelah kering untuk
menghitung W3
BAB V
BATAS CAIR
( LIQUID LIMIT )
5.1. Dasar Teori
Bila
tanah berbutir halus ( lempung dan lanau ) dicampur dengan air, maka tanah ini
akan melalui beberapa keadaan tertentu dari keadaan cair sampai keadaan padat.
Seorang
ahli tanah berkebangsaan Swedia, A. Atterberg yang bekerja di bidang pertanian
mengembangkan metoda untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus
pada kadar air bervariasi. Bila kadar air terlalu tinggi, campuran tanah dan
air akan menjadi sangat lembek. Karena itu ada dasar teori yang dikandungnya.
Tanah
dapat dipisahkan pada 4 keadaan :
1.
Padat
2.
Semi padat
3.
Plastis
4.
Cair
Gambar 5.1 batas
Aterberrg
Kadar
air dimana terjadi transisi dari keadaan padat kekeadaan semi padat
didefenisikan sebagai batas sudut. Kadar dimana transisi dari keadaan semi
padat kekeadaan plastis menjadi terjadi dinamakan dengan batas plastis (plastic
limit), dari keadaan plastis kekeadaan cair dinamakan batas cair (liquid
limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
5.2. Peralatan
Dan Fungsinya
Peralatan yang dipergunakan selama
praktikum beserta fungsinya adalah :
1.
Alat batas uji standar, sebagai alat uji untuk
menentukan kadar air tanah yang menyatu pada pukulan ke 25.
2.
Plat kaca berukuran 55 x 55 x 0,9 cm, berfungsi sebagai
alas bagi conto tanah untuk memadatkan conto tanah
3.
Neraca dengan ketelitian 0,001 gr, sebagai pengukur
sampel dan cawan.
4.
Krus aluminium ( cawan ) sebagai wadah sampel. Spatula (Grooving
tools) dengan panjang 12,5 cm sebagai pembuat alur pada conto tanah.
5.
Oven dengan pengatur suhu untuk mengeringkan sampel.
6.
Sendok sampel ( scrab ), untuk mengambil conto tanah
yang telah menyatu.
5.3. Prosedur
Percobaan
Prosedur percobaan selama praktikum adalah :
1.
Meletakkan ± 150 gram conto tanah diatas plat kaca.
2.
Mengaduk sampel conto tanah dengan menggunakan dempul,
dan menambahkan air suling sedikit demi sedikit sampai homogen.
3.
Mengambil sebagian conto uji dan meletakkannya diatas mangkok
alat batas cair, meratakan permukaan sehingga sejajar dengan dasar alat.
4.
Membuat alur dengan cara membagi conto uji menjadi dua
bagian dengan alat grooving tool atau casagrande untuk conto tanah yang
kohesif.
5.
Dengan menggunakan alat uji batas cair standar,
menjalankan alat uji dan mencatat jumlah pukulan pada saat conto uji tersebut
bersinggungan.
6.
Menimbang berat sampel dengan wadah cawan.
7.
Memasukkan cawan ke dalam oven untuk mendapat berat
kering dan kadar airnya
BAB VI
BATAS PLASTIS
( PLASTIS LIMIT )
6.1. Dasar
Teori
Batas Plastis (
Plastis Limit ) merupakan kadar air minimum dimana tanah masih dalam keadaan
plastis atau kadar air minimum dimana tanah dapat digulung – gulung sampai
diameter 3,1 mm ( 1 / 8 inchi ). Batas plastis merupakan bagian – bagian dari
batas – batas konsistensi atau atteberg limit yang mana nantinya hal ini
mengacu pada sifat – sifat fisik tanah. Sebagaimana perlu kita ketahui sifat –
sifat fisik tanah meliputi :
a.
Cair.
b.
Kental.
c.
Plastis.
d.
Semi Platis.
e.
Padat.
Sifat – sifat
fisik tanah tersebut sangat mempengaruhi tanah jika diberikan beberapa perilaku
terhadapnya, salah satunya adalah gaya. Pengaruh gaya sangat berperan dominan terhadap
efektifitas suatu tanah. Perubahan batas plastis suatu tanah dapat dinyatakan
dalam suatu persamaan :
P.L = L.L x P.I + W
Dimana :
PL =
Platis limit ( Batas plastis )
LL =
Liquid limit ( Batas cair )
PI =
Plasticity index ( Indeks plastisitas )
W =
Kadar air.
PL ( Plastis limit ) atau batas
plastis memiliki perbedaan dengan PI (Plasticity Index) atau indeks platisitas.
Dimana PI merupakan jumlah kadar pada saat tanah
dalam keadaan kondisi plastis
dimana nilainya diperoleh dari selisih antara liquid
limit ( LL ) dengan PI ( plastis
limit ).
Secara umum dapat ditulis dalan bentuk persamaan :
P.I
= LL – P L
Dimana
:
L.L
= Batas cair
P.L
= Batas plastis
6.2. Peralatan
Dan Fungsinya
Adapun peralatan
yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1.
Plat kaca ( ukuran 45 x 45 x 0,9 cm ), berfungsi
sebagai tempat untuk mengaduk conto tanah yang dicampur dengan air. ( lihat
gambar 6.1 )
2.
Pipa pembanding ( diameter 3 mm, panjang 10 cm ),
berfungsi sebagai pembanding conto tanah awal dengan sesudah percobaan. ( lihat
gambar 6.2 )
3.
Neraca ( dengan ketelitian 0,001 ), berfungsi sebagai
alat untuk menimbang cawan baik sebelum maupun sesudah diisi dengan conto tanah. ( lihat gambar 6.3 )
4.
Krus aluminium / cawan ( minimal 3 buah ), berfungsi
sebagai alat tempat conto tanah yang akan dijadikan percobaan. ( lihat gambar
6.4 )
5.
Oven, berfungsi sebagai alat pemanas yang membantu
proses penguapan. ( lihat gambar 6.5 )
6.3. Prosedur
Percobaan
Adapun prosedur
percobaan dalam praktikum ini adalah :
1.
Meletakkan conto tanah diatas plat kaca, lalu diaduk
sanpai kadar airnya merata.
2.
Kemudian menggulung – gulungkan conto tanah tersebut
dengan telapak tangan diatas plat kaca sampai mencapai diameter 3 mm.
3.
Jika sebelum diameter 3 mm sudah retak, maka benda uji
disatukan kembali dengan menambahkan air sedikit demi sedikit sehingga merata.
Jika pada diameter 3 mm masih belum menunjukkan retakan, maka conto dibiarkan
beberapa saat di udara agar kadar airnya berkurang sedikit.
4.
Pengadukan dan penggilingan diulangi terus hingga tidak
diperoleh retakan pada diameter 3 mm.
5.
Memeriksa kadar air tanah pada kondisi ( d ).
Melakukan percobaan sebanyak 3 kali.
BAB VII
BERAT
KERING
( UNIT WEIGHT )
7.1. Dasar
Teori
Berat kering
dapat juga didefinisikan sebagai berat tanah asli yang belum diseragamkan
ukurannya. Untuk menentukan volume mould yang berbentuk tabung dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan :
Pengujian
terhadap berat volume kering merupakan salah satu percobaan yang dilakukan
dalam praktikum mekanika tanah. Hal ini disebabkan karena berat asli dari tanah
tergantung kepada besar volume dan berat dari mould. Pada pembuatan timbunan
untuk pembuatan jalan raya dan tanah dan banyak struktur teknik lainnya, tanah
yang lepas haruslah dipadatkan untuk menigkatkan berat berat volumenya.
Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan dari tanah, sehingga
dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga
dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diizinkan atau diinginkan
dan meningkatkan kemampatan lereng timbunan penggilas besi kepermukaan halus
dan penggilas getar adalah alat-alat yang umum digunakan dilapangan untuk
pemadatan tanah. Mesin getar dalam juga banyak digunakan untuk memadatkan tanah
berbutir. Sampai kedalaman yang cukup besar dari permukaan tanah. Cara
pemadatan tanah dengan system ini disebut Vibroflotation (pemampatan getar
apung).
Tingkat
pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air
ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan
berfungsi sebagai unsure pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah kerena
adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak satu
sama lainnya dan membentuk kedudukan yang lebih padat dan rapat. Untuk usaha
pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan bertambah bila kadar
air dalam tanah (pada saat dipadatkan) menigkat. Bila kadar airnya
ditingkatkan terus secara bertahap pada
usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah
persatuan volume juga meningkat secara bertahap pula. Setelah mencapai kadar
air tertentu akibat adanya penambahan kadar air justru cenderung menurunkan
berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian
menempati ruang pori
dalam tanah yang sebenarnya dapat ditempati oleh partikel-partikel dalam tanah.
Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut dengan
kadar air optimum.
Percobaan –
percobaan dilaboratorium yang umum dilakukan untuk mendapatkan berat volume
kering maximum dan kadar air optimum adalah Proctor Competion Test (uji
pemadatan Proctor menurut nama penemunya ; Proctor 1933). Pada uji proctor,
tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bervolume 1/30 ft3
(-943,3 cm3). Diameter cetakan tersebut adalah 4 inci ( = 101,6 mm )
selama percobaan dilaboratorium, cetakan itu dikelem pada sebuah plat dasar dan
diatasnya diberi perpanjangan (juga berbentuk silinder). Tanah dicampur air
dengan kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan
penumbuk kusus. Pemadatan tanah tersebut dilakukan dalam 3 (tiga) lapisan dan
jumlah tumbukan adalah 25 x setiap lapisan. Disamping kadar air, factor-raktor
lain juga mempengaruhi pemadatan yaitu berupa jenis tanah dan usaha
pemadatannya.
7.2. Peralatan Dan Fungsinya
Peralatan
yang digunakan dalam praktikum antara lain :
1.
Mould, sebagai tabung yang digunakan untuk tempat
sampel.
2.
Tongkat pemadat ( diameter 15 mm, panjang 60 mm ) yang
terbuat dari baja tahan karat. Berfungsi untuk memadatkan tanah di dalam mould
sehingga memenuhi rongga tanah di dalam mould.
3.
Mistar perata berfungsi untuk mengambil conto dan
meratakan permukaan tanah pada mould.
4.
Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram berfungsi untuk
menimbang berat mould dan soil.
7.3. Prosedur Percobaan
Prosedur
percobaan dilakukan pada dua jenis material yang berbeda, yaitu pada material
lepas dan material padat :
7.3.1. Material Lepas ( Loose )
1.
Menimbang dan mencatat berat mould ( W1 )
2.
Memasukkan benda uji dari ketinggian maximum 5 cm
dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.
3.
Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar
perata.
4.
Menimbang dan mencatat berat mould beserta benda uji (
W2 )
5.
Menghitung berat kering benda uji ( W3 = W2
– W1 )
7.3.2. Material Padat ( Dence )
1.
Menimbang dan mencatat berat mould ( W1 )
2.
Mengisi wadah dengan benda uji dalam 3 lapisan yang
sama tebalnya. Setiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadat
sebanyak 25 kali pukulan.
3.
Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar
perata.
4.
Mencatat dan menimbang berat mould beserta benda uji (
W2 )
5.
Mengukur berat uji ( W3 = W2 – W1
)
BAB VIII
KUAT GESER
8.1. Dasar Teori
A. Kriteria Keruntuhan Mohr - Coulomb
Pada bab ini
membahas tentang ketahanan tanah terhadap keruntuhan geser (shear failure)
pengetahuan tentang kekuatan geser diperlukan untuk menyelesaikan masalah
masalah yang berhubungan stabilitas massa tanah. Bila suatu titik pada
sembarang bidang dari suatu massa
tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya maka
keruntuhan akan terjadi pada titik tersebut. Kekuatan geser tanah (τf)
suatu titik pada suatu bidang tertentu di kemukakan oleh coulombsebagai suatu
fungsi linear terhadap tegangan normal (σf). pada bidang tersebut
pada titik yang sama, sebagai berikut :
τf
= C + σf tan φ
Dimana C dan φ
adalah parameter – parameter kekuatan geser, yang berturut – turut
didefenisikan sebagai kohesi (cohesion intercept atau apprent cohesion) dan
sudut tahanan geser (angle of shearing resistant). Berdasarkan konsep dasar
tenzaghi tegangan geser pada suatu tanah hanya dapat ditahan oleh tegangan –
tegangan patikel – partikel padatnya. Kekuatan geser tanah dapat juga
dinyatakan sebagai fungsi dari tegangan normal efektif sebagai berikut
τf =
C’ + σf’ tan φ’
Dimana C’ dan φ’
adalah parameter – parameter kekuatan geser pada tegangan efektif dengan
demikian keruntuhan akan terjadi pada titik ysng mengalami keadaan kritis
Selain itu
kekuatan geser juga dapat dinyatakan dalam tegangan utama besar yang disebabkan
oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan geser normal efektif σ1’
dan kecil σ3’ pada keadaan runtuh dititik yang ditinjau. Garis yang
dihasilkan oleh persamaan diatas pada keadaan runtuh merupakan garis singgung
terhadap lingkaran mohr yang menunjukkan keadaan tegangan dengan nilai positif
untuk tegangan tekan.
Kriteria
keruntuhan mohr – coulomb dapat dituliskan sebagai berikut:
Kriteria
tersebut berasumsi bahwa bila sejumlah keadaan tegangan diketahui dimana masing
– masing menghasilkan keruntuhan geser pada tanah, sebuah garis singgung akan
dapat digambarkan pada lingkaran mohr ; garis singgung tersebut dinamakan
selubung keruntuhan (failure envelope) tanah. Keadaan teganmgan tidak mungkin
berada diatas selubung keruntuhannya. Kriteria ini tidak mempertimbangkan
regangan pada saat atau sebelum terjadinya keruntuhan secara tidak langsung
menyatakan bahwa tegangan utama menengah efektif σ2’ tidak
mempengaruhi kekuatan geser tanah. Didalam praktek kriteria keruntuhan mohr –
coulomb ini paling sering digunakan karena kesederhanaanya, walaupun merupakan
satu – satunya kriteria keruntuhan tanah. Selubung keruntuhan untuk tanah
tertentu tidak selalu berbentuk garis lurus, tetapi secara perkiraan dapat
dibuat menjadi garis lurrus, yang diambil dari suatu rentang tegangan serta
parameter – parameter kekuatan geser pada rentang tersebut.
8.2. Peralatan dan Fungsinya
Peralatan yang dipakai yaitu:
1.
Alat uji kuat geser terdiri dari stang penekan dan
pemberi beban, alat geser, lengkap dengan proving ring dan dua buah arloji
geser (extensionmeter), cincin pemeriksaan yang terbagi dua dengan penguncinya
terletak dalam kotak, beban (besi) dan dua buah batu pori.
2.
Skrup sebagai alat perata sampel dan sebagai pengaduk
sampel ketika sampel dicetak.
3.
Plat kaca berfungsi sebagai tempat / media pengadukan contoh
dan juga sebagai alas.
4.
Plat cetak segi empat (cicin) berfungsi sebagai
pencetak contoh sehingga dapat muat ketika dimasukkan kedalam alat kuat geser
dengan kepadatan tertentu.
5.
Stopwatch sebagai alat penghitung waktu.
6.
Pisau pemotong
8.3. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang
dilakukan untuk menentukan kuat geser pada tanah lempung adalah :
1. Mengambil
tanah lempung dan mencampurkan dengan sedikit tanah.
2. Mencetak
tanah lempung yang telah dicampur dengan air menggunakan cetakan.
3. Memadatkan
tanah lempung yang dicetak dengan cara menekan menggunakan sendok dempul,
kemudian meratakan permukaan cetakan.
4. Mengeluarkan
tanah lempung dari cetakan tanpa ada retakan.
5. memasukkkan
hasil cetakan kedalam alat uji kuat geser, kemudian menghitung dan mencatat.
Displacement dan dial reading dengan waktu pembacaan setiap 15 detik,
menggunakan stopwatch. Pembacaan ditentukan jika 3x hasil pembacaan sama.
6. Melakukan
hal yang sama dari langkah – langkah diatas untuk percobaan berikutnya (cetakan
tanah lempung 2 dan 3).
BAB IX
KLASIFIKASI TANAH
9.1 Dasar Teori
Sistem
klasifikasi tanah adalah suatu system pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang sama kedalam kelompok dan sub kelompok
berdasarkan pemakaiannya. Sebagian
besar system klasifikasi tanah telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa
didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi
ukuran butir dan plastisitas.
9.2. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur ( Sistem USDA)
Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang
besagkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada
didalam tanah, umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang
mempunyai ukuran yang berbeda. Dalam sistem klasifikasi berdasarkan teksturnya
tanah diberi nama atas komponen-komponen utama yang dikandungnya misalnya :
lempung berpasir ( sandy clay ), lempung berlanau ( silty clay ) dan
sebagainya.
Sistem ini
berdasarkan pada ukuran batas butiran tanah yaitu :
a Pasir
: butiran dengan diameter 2 mm – 0,05
mm.
a Lanau
: butiran dengan diameter 0,005 mm –
0,002 mm.
a Lempung
: butiran dengan diameter < 0,002
mm.
9.3. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem
klasifikasi ini dikembangkan pada tahun 1929 dan telah mengalami berbagai
perbaikan seperti yang diajukan oleh Committee
on Classification Of Materials For
Subgrade And Granular Type Road Of The
Highway Research Board pada tahun 1945.
Sistem klasifikasi AASHTO yang dipakai saat ini
dapat dilihat pada tabel 8.2.2. pada sistem ini tanah diklasifikasikan dalam
kelompok A – 1, A – 2 dan A – 3. Didalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang
dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 20 dari klasifikasi kedalam
kelompok A – 4, A – 5, A – 6 dan A – 7. Butiran dalam kelompok A – 4 sampai
dengan A – 7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung.
Sistem
klasifikasi AASHTO didasarkan atas kriteria sebagai berikut
1. Ukuran
butir
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos
ayakan dengan diameter 75 mm dan yang tertahan pada ayakan No.10 ( 2 mm ).
Sedangkan pasir adalah bagian tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm ) dan
tertahan pada ayakan No.200 ( 0,075mm ).
2. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila
bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas ( PI ) ≤ 10.
Nama berlempung dipakai bila tanah mempunyai PI > 11.
3. Apabila batuan ( ukuran > 75 mm )
ditemukan dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan, maka batuan-batuan
tersebut harus dkeluarkan terlebih dahulu. Tetapi persentasenya harus dicatat.
Untuk
mengevaluasi kualitas tanah sebagai ( Sub Grade ) untuk jalan raya diperlukan
suatu angka yang dinamakan indeks group dengan rumus :
GI = (F-35) [0,2+0,005 (LL-40)] + 0,01 (F-15) (PI-10)
Dimana :
GI = indeks group. LL = batas
cair
F =
persentase butiran yang lolos ayakan
No.200. PI = indeks plastis.
Prosedur menentukan nilai GI:
1. Apabila nilai GI negatif maka harga GI
dianggap nol.
2. GI dibulatkan ke angka yang lebih dekat.
3.
GI untuk tanah yang masuk dalam kelompok A-1a, A-1b,
A-2-4, A-2-5 dan A-3 selalu sama dengan nol.
4. tidak ada batas ata untuk GI.
Untuk
tanah yang masuk kelompok A-2-6 dan A-2-7, nilai indeks grup ditentukan
dengan
rumus: GI = 0,01 (F – 15)(PI – 10)
Makin tinggi nilai GI, makin kurang sesuai bahan
tersebut sebagai lapis dasar jalan raya. GI = 0 menunjukkan suatu material
lapis dasar yang bagus, dan GI ≥ 0 menunjukkan suatu material lapis dasar jalan
yang sangat jelek.
9.4.
Sistem Klasifikasi Berdasarkan Unifield
(Sistem USCS)
Pada awalnya sistem ini diperkenalkan oleh
casagrade ( 1942 ) untuk digunakan. Pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang
pada tahun 1952, setelah disempurnakan
sistem ini dipakai secara luas oleh para ahli teknik.
Sistem ini mengelompokkan tanah kedalam 2 kelompok
besar yaitu tanah berbutir kasar ( coarse gramed soil ) dan tanah berbutir
halus ( fine graned soil ) tanah yang berbutir kasar adalah tanah yang lebih 50
% bahannya ayakan No.200 ( 0,075 mm ). Tanah ini dibagi atas kerikil dan pasir
kerikil dan pasir dikelompakkan sesuai dengan gradasinya baik, bergradasi
jelek, mengandung material lanau dan mengandung material lempung.
Tanah berbutir halus adalah tanah yang lebih dari
50% bahannya lolos ayakan No.200, tanah bebutir halus ini dibagi menjadi lanau
( m ), lempung ( c ), serta lanau dan lempung organik ( o ) disamping itu
dikelompokkan atas tingkat plastisnya yaitu platisnya rendah ( L ) dan
platisnya tinggi ( H ). Tanah yang anorganik ( gambut ) dapat didefenisikan
secara visual.
Klasifikasi tanah berbutir halus diperoleh dengan
menggunakan diagram plastisitas garis diagonal pada bagian plastisitas
dinamakan garis A dan satu garis tegak lurus ditarik pada batas cair 50. Garis
A adalah batas empiris antara lempung organik yang khas ( mL dan mH ) atau
tanah -tanah organik ( oL dan oH ) dibagian bawah diagram dimana batas air
kurang dari 29 dan indeks platisitas sebesar 4 – 7, sifat tanah menunjukkan
gejala berhimpitan, klasifikasi analis CL – ML dipakai untuk tanah yang benda
didaerah ini.
Bila persentase butiran yang lolos ayakan no 200
antara 5 % sampai 12 % digunakan simbol ganda: GW – GM, GP – GM, GW – GC, GP –
GC, SW – SM, SW – SC, SP – SM
Tabel 9.2 Sistem Klasifikasi Berdasarkan Unifield
(Sistem USCS)
Divisi
Utama
|
Simbol
Kelompok
|
Nama Umum
|
||
Tanah Berbutir Lebih
Dari 50 % Butiran Tertahan Pada Ayakan No. 200
|
Pasir lebih dari 50 %
fraksi kasar
lolos ayakan No. 4
|
Kerikil bersih
(hanya
kerikil.)
|
GW
|
-
Kerikil
berpasir baik dan campuran.
-
Kerikil pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus.
|
GP
|
-
Kerikil bergradasi buruk dan campuran.
-
Kerikil – pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
|
|||
Kerikil Dengan
butiran hakus
|
GM
|
-
Kerikil
berlanau, campuran kerikil – pasir lempung
|
||
GC
|
-
Kerikil
berlempung campuran kerikil pasir lempung
|
|||
Kerikil 50 % atau lebih
dari fraksi kasar tertahan pada ayakan No.4
|
Pasir bersih
(hannya
pasair)
|
SW
|
-
Pasir bergradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau
sama sekali tidak mengandung butiran halus
|
|
SP
|
-
Pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil, sedikit
atau sama sekali tidak mengandung butiran halus.
|
|||
Pasir dengan
butiran halus
|
SM
|
- Pasir berlanau, campuran pasir lanau
|
||
SC
|
-
Pasir
berlempung, campuran pasir lempung
|
|||
Tanah berbutir halus
kurang 50 % atau lebih lolos ayakan No. 200
|
Lanau dan Lempung batas cair 50 % atau kurang
|
ML
|
- Lanau anorganik, Pasir
halus sekali, Serbuk batuan, Pasir halus, berlanau atau berlempung
|
|
CL
|
- Lempung anorganik
dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang, Lempung berkerikil, Lempung
berpasir, Lempung berlanau “kurus” (lean elays)
|
|||
OL
|
- Lanau organik dan
lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah.
|
|||
Lanau dan Lempung Batas cair lebih dari 50 %
|
MH
|
- Lanau anorganik atau pasir halus diatomea atau lanau
diatomea, lanau yang elastis.
|
||
CH
|
- Lanau anorganik dengan
plastisitas tinggi, Lempung “gemuk” (fat elays)
|
|||
OH
|
- Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai dengan tinggi
|
|||
Tanah – tanah dengan kandungan
organik sangat tinggi.
|
PT
|
- Peat (gambut), muck dan
tanah – tanah lain dengan kandungan organik tinggi.
|
Tabel 9.3. Klasifikasi Ganda
KRITERIA KLASIFIKASI
|
|||
Klasifikasi berdasarkan
persentase fraksi halus
Kurang dari 50 % lolos
ayakan no. 200 : GW,GP,SW,SP
Kurang dari 50 % lolos ayakan no. 200 : GM, GC, SH, SC
5 % sampai 12 % lolos ayakan
no. 200 : Klasifikasi perbatasan yang
memerlukan
sumbol ganda.
|
Cu > 4
Cc antara 1 dan 3
|
||
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
|
|||
Batas – batas atterberg dibawah garis – A atau
PI > 4
|
Batas – batas atterberg dalam daerah diarsir
adalah peralihan klasifikasi perlu menggunakan simbol ganda
|
||
Batas – batas atterberg diatas garis – A atau PI
> 7
|
|||
Cu > 6
Cc antara 1 dan 3
|
|||
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
|
|||
Batas – batas atterberg dibawah garis – A atau PI < 4
|
Batas – batas atterberg dalam daerah diarsir
adalah peralihan klasifikasi perlu menggunakan simbol ganda
|
||
Batas – batas atterberg diatas garis – A atau PI > 7
|
|||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar